Waktu yang
Hilang
Karya:
Suhendra ST
Demi
masa
Allah
t’lah bersumpah dengan waktu
Terlantunkan
ayatnya menggetarkan kalbu
Membelah
cakrawala
Demi
masa
Apakah
kita tidak merasa bersalah
mengkambinghitamkan
dengan mengatakan tidak ada waktu?
Menari-nari
di atas kebesaran lalu
Meriakkan
slogan-slogan nanti-nanti dan menanti
Jejak
langkah yang berserak
debu
beterbangan membuat sesak dada
menutupi
mata
Tatapan
menerawang menembus indahnya dinding cakrawala
Dibaluti
selendang langit
Bagaimana
mungkin engkau bisa berkata
Jika
lidahmu keluh kesah
Bagaimana
mungkin engkau bisa melihat
Jika
mata dan hatimu tertutup rapat
sampai-sampai
adzan tidak tedengar
malah
menikmati godaan dunia maya
Begitu
mudahnya kalian melumat waktu
dan
dijadikan memori tuk di nostalgiakan
tanpa
pernah mengutip tanda tanya
kemana
waktu ku tadi? Kemana....?
Separuh
anganmu tak tuntaskan harapan
Separuh
mimpimu tak layak diterjemahkan
Kau
hanya melayang, berputar-putar
Di
ranah hayal yang tak bertuan
Jangan
kau berharap jadi rembulan
jika
tidak bisa menyinari
Jangan
jadi batu batu karang
Jika
habis dikikis gelombang
Tangan
meninju angin lalu
Sebenarnya
kemanakah yang kau tuju?
bagaimana
kau bisa tak terluka jika aku terlalu perih
bagaimana
kau bisa berjalan jika aku menjadi kaku dengan anganmu
Teriakku
memanggil gemuruh
menyamai
bunyinya yang begitu dasyat
gelegarnya
menantang keangkuhan
kembali
ku berteriak
kemari...
kemari... dekaplah bayanganku
ambil
titik nadi kegalauanku
kalian
telanlah tanpa sisa...
namun....suaraku
kembali ketenggorokan
menggerogoti
hinggah perih
kawan....
adakah
sisa-sisa doa yang bisa kau panjatkan dan
kau
titipkan seberkas cahaya di celah jari-jari mu?
Merobohkan
kesombongan yang berkamar dalam jiwamu,
menempel melekat tak terlacak oleh rasa,
menampar
seberkas keangkuhan
yang
kau lekatkan bersama ketidakpedulian
karena
kesalahan memuncak
kau
lempar dusta dan sejuta alasan
pada
kerutan waktu yang berlalu
pada
titik-titik api yang memberhangus
sumber-sumber
ilmu yang terhapus
apalagi
yang bisa kau renggut
dan
kau jadikan sandaran tuk mengalungkan harapan?
Dalam
hati masih ada kegundahan
Perlahan
membakar angan
Jika
akhirnya kau hanya melukis di air
Mendulang
emas di arang-arang yang membara
Tuk
kau suguhkan di celah-celah peluh bapak
yang
mengkayuh becak usangnya
Atau
di celah-celah jemari ibu yang membelai rambut dan keningmu
disaat
buaian keheningan tidur malammu?